Rabu, 17 Maret 2010

Cerita islami

Ada seorang pemuda yang bertaqwa, namun sangat lugu. Ketika dia belajar pada seorang Syaikh beberapa lama dan telah tiba kelulusannya, sang Syaikh menasehatinya beserta teman-temannya, “kalian tidak boleh menjadi beban orang lain. Sesungguhnya seorang ‘alim yang menadahkan tangannya kepada orang-orang berharta, maka tiada kebaikan dalam dirinya. Pergilah kalian semua dan bekerjalah dengan pekerjaan ayah kalian masing-masing. Bawalah selalu ketaqwaan kepada Allah dalam menjalankan pekerjaan tersebut.
Pemuda itu kemudian pergi menemui ibunya untuk bertanya, “Ibu, apakah pekerjaan ayahku dahulu?” dengan bergetar ibunya menjawab, “Ayahmu sudah meninggal. Apa urusanmu dengan pekerjaan ayahmu?” Sipemuda ini terus mendesak agar diberitahu, tetapi si ibu selalu mengelak. Namun karena terus didesak, akhirnya si ibu terpaksa angkat bicara, dengan nada jengkel dia berkata, “Ayahmu itu dulu seorang pencuri.”
Pemuda itu berkata, “Guruku memerintahkan kami –murid-muridnya- agar bekerja dengan pekerjaan ayahnya dan dengan ketaqwaan kepada Allah dalam menjalankan pekerjan tersebut.” Ibunya menyela, “wahai anakku, apakah dalam pekerjaan mencuri itu ada ketaqwaan?” kemudian anaknya yang begitu polos menjawab, “Ya, begitulah kata guruku.”
Lalu dia pergi bertanya kepada orang-orang tentang pencuri dan belajar bagaimana para pencuri melakukan aksinya. Saatnya kini ia beraksi. Kemudian dia mulai menyiapkan alat-alat untuk mencuri. Selepas shalat isya’, dia menunggu sampai semua orang tidur. Setelah saatnya tepat, dia keluar rumah untuk menjalankan profesi ayahnya, sebagaimana perintah gurunya.
Dia memulai aksinya dengan membidik rumah tetangganya. Ketika hendak memasuki rumah itu, dia ingat pesan gurunya agar selalu bertaqwa. Padahal mengganggu tetangga adalah tindakan yang tidak termasuk taqwa. Akhirnya, ia pergi meninggalkan rumah tetangganya itu. Ia melewati rumah lain yang dia tahu bahwa itu milik anak yatim. Dia berkata pada dirinya, “ini rumah anak yatim, Allah memperingatkan kita agar tidak memakan harta anak yatim.”
Dia terus berjalan dan akhirnya tiba di rumah seorang pedagang kaya yang kebetulan tidak ada penjaganya. Orang-orang sudah maklum bahwa pedagang ini memiliki harta yang lebih dari cukup. “ha, disini, ‘batinnya. Pemuda itu kemudian mulai beraksi. Dia berusaha membuka pintu dengan kunci-kunci yang telah disiapkan setelah berhasil membukanya, ternyata rumah itu besar dan banyak kamarnya. Dia mengelilingi seluruh ruangannya, hingga ia menemukan tempat penyimpanan harta. Dia mendapati sebuah kotak besar dan membukanya. Didapatinya emas, perak, dan uang tunai dalam jumlah yang banyak. Dia tergoda untuk segera mengambilnya, lalu dia berkata pelan, “eh, jangan. Guruku berpesan agar aku selalu bertaqwa. Tapi, barangkali si pedagang pemilik harta ini belum mengeluarkan zakat hartanya. Kalau begitu, sebaiknya aku keluarkan zakatnya terlebih dahulu.




Dia mengambil buku-buku catatan di situ lalu menyalakan lentera kecil yang dibawanya. Sambil membuka lembaran buku-buku itu dia menghitung. Dia memang pandai berhitung dan berpengalaman dalam pembukuan. Dihitungnya semua harta yang ada dan memperkirakan berapa zakatnya.
Kemudian dia pisahkan harta yang akan dizakatkan. Dia masih terus menghitung dan menghabiskan waktu berjam-jam. Ketika menoleh kejendela, dilihatnya fajar telah menyingsing. Dia berbicara sendiri, “ingat, bertaqwalah kepada Allah! Kau harus melaksanakan sholat subuh!” kemudian dia menuju ruangan tengah, lalu berwudhu di bak air untuk selanjutnya melakukan sholat sunnah.
Tiba-tiba tuan rumah terbangun. Dilihatnya dengan penuh keheranan, ada lentera kecil yang menyala. Dia lihat pula kotak hartanya dalam keadaan terbuka dan ada orang sedang melakukan sholat. Istrinya bertanya, ‘apa ini?” Suaminya menjawab, “Aku juga tidak tahu.” Lalu dia menghampiri orang yang sedang sholat itu, “Hai, kurang ajar, siapa kau ini?” Si pencuri berkata, “Sholat dulu, baru bicara. Ayo pergilah berwudhu lalu kita sholat berjama’ah. Anda tuan rumah, maka anda yang berhak menjadi imam.”
Karena khawatir pencuri itu membawa senjata, si tuan rumah menuruti perintahnya. Tetapi ia tidak tahu, bagaimana dia bisa sholat. Selesai sholat dia bertanya, “sekarang katakan, siapa kamu dan apa urusanmu?” dia menjawab, “saya ini pencuri.”
“lalu apa yang kamu lakukan dengan buku-buku catatanku itu?” tanya tuan rumah lagi. Si pencuri menjawab, “aku menghitung zakat yang belum kau keluarkan, yang ternyata sudah selama enam tahun. Sekarang aku sudah menghitungnya dan juga sudah aku pisahkan agar kau dapat memberikannya pada orang yang berhak.”
Hampir saja tuan rumah itu dibuat gila karena terkejut dan heran. Lalu dia berkata, “Heh, apa urusanmu sebenarnya. Apa kamu ini orang gila?” Mulailah si pencuri itu bercerita sejak dari awal. Setelah tuan rumah itu mendengar ceritanya, mengetahui ketepatan dan kepandaiannya dalam menghitung, kejujuran kata-katanya, dan mengetahui manfaat zakat, kemudian dia menemui istri dan putrinya.
Setelah beberapa waktu mereka berbicara, tuan rumah itu kembali menemui si pencuri, dan berkata, “bagaimana sekiranya engkau aku nikahkan dengan putriku? Aku akan angkat engkau menjadi sekretaris dan akutanku. Kau boleh tinggal bersama ibumu di rumah ini. ‘ Ia menjawab, “Aku setuju.”
Di pagi hari itu pula pemilik rumah itu memanggil para saksi untuk acara akad nikah puterinya dengan pemuda pencuri itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar