Sabtu, 27 Februari 2010

Tetap Bersyukur, Meski Doa tak Terkabulkan

Banyak orang yang terpuruk dalam kesedihan yang panjang karena kegagalan, karena keinginan dan doa-doanya tidak terkabul.

Bahkan ada yang sampai bunuh diri karena kegagalan tersebut dirasakan sebagai kegetiran hidup yang sudah tidak kuat untuk dihadapi sehingga lompat dari gedung yang tinggi, narkoba, mabok-mabokan dsb.

Kitaa pernah sedih yang luar biasa karena gagal menggapai impian dan merasa do’a-doa kita tidak dikabulkan Tuhan?
Bisa jadi Tuhan sayang dengan kita dan Tuhan mempunyai rencana lain. Tapi kita tidak tahu rencana Tuhan sampai kita mengetahuinya…

Berikut ini kisah Frank Slazak yang bisa diambil sebagai pelajaran:
*******
Semua dimulai dari impianku. Aku ingin menjadi astronot. Aku ingin terbang ke luar angkasa. Tetapi aku tidak memiliki sesuatu yang tepat. Aku tidak memiliki gelar. Dan aku bukan seorang pilot.

Namun, sesuatu pun terjadilah. Gedung Putih mengumumkan mencari warga biasa untuk ikut dalam penerbangan 51-L pesawat ulang-alik Challanger. Dan warga itu adalah seorang guru. Aku warga biasa, dan aku seorang guru. Hari itu juga aku mengirimkan surat lamaran ke Washington. Setiap hari aku berlari ke kotak pos. Akhirnya datanglah amplop resmi berlogo NASA. Doaku terkabulkan. Aku lolos penyisihan pertama. Ini benar-benar terjadi padaku.

Selama beberapa minggu berikutnya, perwujudan impianku semakin dekat saat NASA mengadakan test fisik dan mental. Begitu test selesai, aku menunggu dan berdoa lagi. Aku tahu aku semakin dekat pada impianku. Beberapa waktu kemudian, aku menerima panggilan untuk mengikuti program latihan astronot khusus di Kennedy Space Center

Dari 43.000 pelamar, kemudian 10.000 orang, dan kini aku menjadi bagian dari 100 orang yang berkumpul untuk penilaian akhir. Ada simulator, uji klaustrofobi , latihan ketangkasan , percobaan mabuk udara. Siapakah di antara kami yang bisa melewati ujian akhir ini ?

Aku sangat yakin bahwa akulah yang akan terpilih. “ Tuhan, biarlah diriku yang terpilih karena itu adalah anugerah yang terbesar dalam hiduku!” , begitu aku berdoa. Lalu tibalah berita yang menghancurkan itu. NASA memilih orang lain yaitu Christina McAufliffe.

Aku kalah. Impian hidupku hancur. Aku mengalami depresi. Rasa percaya diriku lenyap, dan amarah menggantikan kebahagiaanku. Aku mempertanyakan semuanya. Kenapa Tuhan? Kenapa bukan aku? Bagian diriku yang mana yang kurang? Mengapa aku diperlakukan kejam ?

Aku berpaling pada ayahku. Dan katanya: “Semua terjadi karena suatu alasan.”

Selasa, 28 Januari 1986, aku berkumpul bersama teman-teman untuk melihat peluncuran Challanger. Saat pesawat itu melewati menara landasan pacu, aku menantang impianku untuk terakhir kali. Tuhan, aku bersedia melakukan apa saja agar berada di dalam pesawat itu. Kenapa bukan aku? 73 detik kemudian, Tuhan menjawab semua pertanyaanku dan menghapus semua keraguanku saat Challanger meledak… dan menewaskan semua penumpang.

Saat itulah aku menangis, dan perasaan kesal dan marah kepada Tuhan hilang…yang ada adalah perasaan yang sangat bahagia dan tersanjung…bahwa Tuhan benar-benar sayang kepada diriku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar